Tarian ku tarian mu tarian kita semua

Kamis, 23 Desember 2010

Tari Manukrawa

Tarian yang dibawakan oleh sekelompok (antara 5 sampai 7 orang ) penari wanita ini merupakan tarian kreasi baru yang menggambarkan perilaku sekelompok burung (manuk) air (rawa) sebagaimana yang dikisahkan didalam cerita Wana Parwa dari Epos Mahabharata.
Gerakan tarinya diambil dari tari klasik Bali yang dipadukan dengan gerakan tari dari Jawa dan Sunda, yang telah dimodifikasikan sesuai dengan tuntutan keindahan.
Tarian ini diciptakan pada tahun 1981 oleh I Wayan Dibia (koreografer), dan I Wayan Beratha (komposer). Sebelum menjadi sebuah tari lepas, tari Manukrawa merupakan bagian dari sendratari Mahabharata "Bale Gala-Gala" karya tim sendratari Ramayana/ Mahabharata Propinsi Bali yang ditampilkan dalam Pesta Kesenian Bali tahun 1980.

Tari Pendet

Tari Pendet merupakan tari pemujaan yang banyak diperagakan di pura. Pendet merupakan pernyataan dari sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti halnya tarian-tarian pertunjukkan yang memerlukan pelatihan intensif, Pendet dapat ditarikan oleh semua orang, pemangkus pria dan wanita, kaum wanita dan gadis desa.
Tari yang tercipta awal tahun 70-an oleh seniman I Nyoman Kaler ini, menggambarkan penyambutan atas turunnya Dewa-Dewi ke alam Marcapada. Tarian ini merupakan sebuah persembahan dalam bentuk tarian upacara. Tidak seperti tarian-tarian pertunjukan yang memerlukan pelatihan intensif, tarian ini diajarkan sekadar mengikuti gerakan. Para gadis muda mengikuti gerakan dari para perempuan yang lebih senior.
Tari Pendet dibawakan secara berkelompok atau berpasangan, ditampilkan setelah tari Rejang di halaman pura. Biasanya penari menghadap ke arah suci (pelinggih) mengenakan pakaian upacara dan masing-masing penari membawa sangku, kendi, cawan dan perlengkapan sesajen lainnya. Selain tari Pendet, di Bali ada beberapa jenis tari-tarian yang dibawakan para gadis atau perempuan dewasa untuk kelengkapan pelaksanaan kegiatan ritual atau upacara keagamaan.
Lambat-laun, seiring perkembangan zaman, para seniman Bali mengubah Pendet menjadi ‘ucapan selamat datang‘™. Taburan bunga disebarkan di hadapan para tamu sebagai ungkapan selamat datang. Meski demikian, tarian ini tetap mengandung muatan-muatan sakral dan religius.
Sebagaimana Pendet, tarian ini sifatnya feminin, karena menuntut gerakan-gerakan yang lemah gemulai seperti tarian Sanghyang Dedari, tari Rejang, Sutri dan tari Gabor. Tarian-tarian Bali yang dipentaskan untuk keperluan upacara keagamaan disebut tarian wali, sedang pementasan di luar pura disebut Balih-balihan.


Barong

Upacara Manusa Yadnya
【Tari-tarian Barong】

Tari Barong merupakan tarian yang ditarikan oleh dua orang penari laki-laki, seorang memainkan bagian kepala barong serta kaki depan, dan seorang lagi memainkan bagian kaki belakang dan ekor. Barong yang berbentuk binatang mytologi ini banyak sekali macamnya, ada yang kepalanya berbentuk kepala singa, harimau, babi hutan jantan (bangkal), gajah, lembu atau keket. Keket oleh orang Bali dianggap sebagai raja hutan yang disebut pula dengan nama Banaspati Raja.


Tarian ini merupakan peninggalan kebudayaan Pra Hindu yang menggunakan boneka berwujud binatang berkaki empat atau manusia purba yang memiliki kekuatan magis. Diduga kata barong berasal dari kata bahrwang atau diartikan beruang, seekor binatang mythology yang mempunyai kekuatan gaib, dianggap sebagai pelindung. Tetapi di Bali pada kenyataannya Barong tidak hanya di wujudkan dalam binatang berkaki empat akan tetapi ada pula yang berkaki dua. Topeng Barong dibuat dari kayu yang diambil dari tempat-tempat angker seperti kuburan, oleh sebab itu Barong merupakan benda sakral yang sangat disucikan oleh masyarakat Hindu Bali. Pertunjukan tari ini dengan atau tanpa lakon, selalu diawali dengan demonstrasi pertunjukan yang diiringi dengan gamelan yang berbeda-beda seperti gamelan Gong Kebyar, gamelan Babarongan, dan gamelan Batel.
 Jenis-jenis Barong yang hingga kini masih ada di Bali adalah sebagai berikut :

Barong Ket Barong Gajah
Barong Bangkal Barong Macan
Barong Asu Barong Landung
Barong Brutuk Barong Lembu
Barong Kedingkling Barong kambing
Barong Gagombrangan Barong Sai

Drama Gong

Drama Gong adalah sebuah bentuk seni pertunjukan Bali yang masih relatif muda usianya yang diciptakan dengan jalan memadukan unsur-unsur drama modern (non tradisional Bali) dengan unsur-unsur kesenian tradisional Bali. Dalam banyak hal Drama Gong merupakan pencampuran dari unsur-unsur teater modern (Barat) dengan teater tradisional (Bali). Nama Drama Gong diberikan kepada kesenian ini oleh karena dalam pementasannya setiap gerak pemain serta peralihan suasana dramatik diiringi oleh gamelan Gong (Gong Kebyar). Drama Gong diciptakan sekitar tahun 1966 oleh Anak Agung Gede Raka Payadnya dari desa Abianbase (Gianyar). Diakui oleh penciptanya bahwa Drama Gong yang diciptakan dengan memadukan unsur-unsur drama tari tradisional Bali seperti Sendratari, Arja, Prembon dan Sandiwara dimaksudkan sebagai sebuah prembon (seni campuran) modern.
Unsur-unsur teater modern yang dikawinkan dalam Drama Gong antara lain :
  • tata dekorasi
  • penggunaan sound efect
  • akting
  • tata busana
Karena dominasi dan pengaruh kesenian klasik atau tradisional Bali masih begitu kuat, maka semula Drama Gong disebut "drama klasik".
Adalah I Gusti Bagus Nyoman Panji yang kemudian memberikan nama baru (Drama Gong) kepada kesenian ini berdasarkan dua unsur baku (drama dan gamelan gong) dari kesenian ini. Patut dicatat bahwa sebelum munculnya Drama Gong di Bali telah ada Drama Janger, sebuah kesenian drama yang menjadi bagian dari pertunjukan tari Janger. Dalam banyak hal, drama Janger sangat mirip dengan Sandiwara atau Stambul yang ada dan populer sekitar tahun 1950.
Drama Gong adalah sebuah drama yang pada umumnya menampilkan lakon-lakon yang bersumber pada cerita-cerita romantis seperti cerita Panji (Malat), cerita Sampik Ingtai dan kisah sejenis lainnya termasuk yang berasal dari luar lingkungan budaya Bali. Dalam membawakan lakon ini, para pemain Drama Gong tidak menari melainkan berakting secara realistis dengan dialog-dialog verbal yang berbahasa Bali.
Para pemeran penting dari Drama Gong adalah:
  • Raja manis
  • Raja buduh
  • Putri manis
  • Putri buduh
  • Raja tua
  • Permaisuri
  • Dayang-dayang
  • Patih keras
  • Patih tua
  • Dua pasang punakawan

Para pemain mengenakan busana tradisional Bali, sesuai dengan tingkat status sosial dari peran yang dibawakan dan setiap gerak pemain, begitu pula perubahan suasana dramatik dalam lakon diiringi dengan perubahan irama gamelan Gong Kebyar. Masyarakat Bali mementaskan Drama Gong untuk keperluan yang kaitannya dengan upacara adat dan agama maupun kepentingan kegiatan sosial. Walaupun demikian, Drama Gong termasuk kesenian sekuler yang dapat dipentaskan di mana dan kapan saja sesuai dengan keperluan. Kesenian Drama Gong inilah yang memulai tradisi pertunjukan "berkarcis" di Bali karena sebelumnya pertunjukan kesenian bagi masyarakat setempat tidak pernah berbentuk komersial. Drama Gong mulai berkembang di Bali sekitar tahun 1967 dan puncak kejayaannya adalah tahun1970. Pada masa itu kesenian tradisional Bali seperti Arja, Topeng dan lain-lainnya ditinggalkan oleh penontonnya yang mulai kegandrungan Drama Gong. Panggung-panggung besar yang tadinya menjadi langganan Arja tiba-tiba diambil alih oleh Drama Gong. Namun semenjak pertengahan tahun 1980 kesenian ini mulai menurun popularitasnya, sekarang ini ada sekitar 6 buah sekaa Drama Gong yang masih aktif.
Sekaa - sekaa Drama Gong yang dimaksud antara lain adalah :
  • Drama Gong Bintang Bali Timur
  • Drama Gong Duta Budaya Bali
  • Drama Gong Dewan Kesenian
  • Drama Gong Dwipa Sancaya
  • dan lain-lain
Terakhir muncul Drama Gong Reformasi yang didukung oleh para bintang Drama Gong dari berbagai daerah di Bali.

Rabu, 22 Desember 2010

Arja

Nama Arja di duga berasal dari kata Reja (bahasa sansekerta) yang berarti keindahan. Arja adalah semacam opera khas Bali, merupakan sebuah dramatari yang dialognya ditembangkan secara macapat. Dramatari Arja ini adalah salah satu kesenian yang sangat digemari di kalangan masyarakat.
Arja diperkirakan muncul pada tahun 1820an, pada masa pemerintahan raja Klungkung I Dewa Agung Sakti. Tiga fase penting dalam perkembangan Arja adalah:
  • munculnya Arja Doyong (Arja tanpa iringan gamelan, dimainkan oleh satu orang).
  • Arja Gaguntangan (yang memakai gamelan Gaguntangan dengan jumlah pelaku lebih dari satu orang).
  • Arja Gede ( yang dibawakan oleh antara 10 sampai 15 pelaku dengan struktur pertunjukan yang sudah baku seperti yang ada sekarang).
Gamelan yang biasa dipakai mengiringi Arja disebut Gaguntangan yang bersuara lirih dan merdu sehingga dapat menambah keindahan tembang yang dilantunkan oleh para penari.

Sumber lakon Arja yang utama adalah cerita Panji (Malat), kemudian lahirlah sejumlah cerita sepertiBandasura, Pakang Raras, Linggar Petak, I Godogan, Cipta Kelangen, Made Umbara, Cilinaya dan Dempu Awang yang dikenal secara luas oleh masyarakat.
Arja juga menampilkan lakon-lakon dari cerita rakyat seperti Jayaprana, Sampik Ingtai, Basur dan Cupak Grantang serta beberapa lakon yang diangkat dari cerita Mahabharata dan Ramayana. Lakon apapun yang dibawakan Arja selalu menampilkan tokoh-tokoh utama yang meliputi Inya, Galuh, Desak (Desak Rai), Limbur, Liku, Panasar, Mantri Manis, Mantri Buduh dan dua pasang punakawan atau Panasar kakak beradik yang masing - masing terdiri dari Punta dan Kartala. Hampir semua daerah di Bali masih memiliki grup-grup Arja yang masih aktif.
Menjelang berakhirnya abad XX lahir Arja Muani, pemainnya semua pria, sebagian memerankan wanita. Arja ini disambut dengan sangat antusias oleh masyarakat karena, menghadirkan komedi segar.

Tari Legong Keraton

Tarita - 2002
Sebuah tarian klasik Bali yang memiliki pembendaharaan gerak yang sangat kompleks yang terikat dengan struktur tabuh pengiring yang konon merupakan pengaruh dari Gambuh. Kata Legong berasal dari kata "leg" yang artinya luwes atau elastis dan kemudian diartikan sebagai gerakan lemah gemulai (tari). Selanjutnya kata tersebut di atas dikombinasikan dengan kata "gong" yang artinya gamelan, sehingga menjadi "Legong" yang mengandung arti gerakan yang sangat terikat (terutama aksentuasinya) oleh gamelan yang mengiringinya. Sebutan Legong Kraton adalah merupakan perkembangannya kemudian. Adakalanya tarian ini dibawakan oleh dua orang gadis atau lebih dengan menampilkan tokoh Condong sebagai pembukaan dimulainya tari Legong ini, tetapi ada kalanya pula tari Legong ini dibawakan satu atau dua pasang penari tanpa menampilkan tokoh Condong lebih dahulu. Ciri khas tari Legong ini adalah pemakaian kipas para penarinya kecuali Condong.
 
Sena - Anggi - Tarita
Gamelan yang dipakai mengiringi tari Legong dinamakan Gamelan Semar Pagulingan. Lakon yang biasa dipakai dalam Legong ini kebayakan bersumber pada:
  • cerita Malat khususnya kisah Prabu Lasem,
  • cerita Kuntir dan Jobog (kisah Subali Sugriwa),
  • Legod Bawa (kisah Brahma Wisnu tatkala mencari ujung dan pangkal Lingganya Siwa),
  • Kuntul (kisah burung),
  • Sudarsana (semacam Calonarang),
  • Palayon,
  • Chandrakanta dan lain sebagainya.
Struktur tarinya pada umumnya terdiri dari:
  • Papeson
  • Pangawak
  • Pengecet, dan
  • Pakaad
Beberapa daerah mempunyai Legong yang khas, misalnya:
  • Didesa Tista (Tabanan) terdapat jenis Legong yang lain, dinamakan Andir (Nandir).
  • Di pura Pajegan Agung (Ketewel) terdapat juga tari Legong yang memakai topeng dinamakanSanghyang Legong atau Topeng Legong.
Daerah - daerah yang dianggap sebagai daerah sumber Legong di Bali adalah:
Tarita - 2002

Penari: Tarita
Bandung

Tari Gambuh

Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari klasik Bali.
Diperkirakan Gambuh ini muncul sekitar abad ke XV yang lakonnya bersumber pada cerita Panji. Gambuhberbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni suaraseni drama & tariseni rupa,seni sastra, dan lainnya.
Pementasannya dalam upacara-upacara Dewa Yadnya seperti odalanupacara Manusa Yadnya sepertiperkawinan keluarga bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.

Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri, Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang, Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
Gambuh yang masih aktif hingga kini terdapat di desa